RASA FKM 5

Tema: Hangatnya Keluarga 

 

CERPEN

Ayah, Tolong Jangan Begitu!

Karya: Fitri Dini Aulia Sari

Dari kejauhan Hasbi melihat sekelompok anak tengah di hukum oleh gurunya. Kebetulan ia usai berolahraga dan memilih untuk beristirahat sejenak karena cuaca yang terik. Ia memperhatikan dari tepi lapangan sembari duduk di bangku panjang beratap. Pandangannya terhenti tatkala melihat Kayla sang adik satu-satunya turut berada dalam barisan yang di hukum tersebut.

Saat sound istirahat dinyalakan, murid-murid berseragam putih dan merah itu pun berhamburan keluar. Ada yang langsung menyerbu kantin, ada yang mengusili temannya hingga kejar-kejaran, ada yang bersantai di kelas sambil menikmati bekal, dan sederetan ‘ada yang’ lainnya. Saat menyusuri lorong sekolah, Hasbi berpapasan dengan Kayla. Lantas ia sontak memanggilnya.

“Kay, sini dulu”, ucap Hasbi sebelum langkah Kayla menjauhinya.

“Iya bang, kenapa?”, jawab Kayla datar.

“Kamu yang kenapa, ngapain tadi panas-panas pake hormat segala di lapangan, kamu kena hukum ya?”, tanya Hasbi penasaran.

“Iya nih bang, Kayla kesel banget. Ntar deh Kayla ceritain di rumah, tapi jangan bilang Ibu ya bang”, pinta Kayla.

“Ha iya deh aman. Pokoknya nanti jangan lupa, kamu harus ceritain”, balas Hasbi.

“Iya bang, iyaa”, pungkas Kayla.

Waktu terus berjalan, di malam hari Hasbi dan Kayla sedang mengerjakan PR mereka masing-masing. Hasbi yang penasaran dengan cerita adiknya pun kembali bertanya.

“Kayla, kamu ceritain deh sekarang kenapa kamu dihukum tadi siang?”, ucap Hasbi.

“Oke bang. Gini, Kayla tadi pagi kelupaan bawa tugas, teman Kayla juga gitu, trus Bu Alin nyuruh kami ke lapangan, yaudah deh dihukum kaminya. Tapi yang Kayla ngga terima itu, si Aura yang juara satu di mid semester kemarin itu, minggu lalu dia ngga bawa buku ulangan kan bang, tapi Bu Alin malah ngebatalin ulangannya dan ngga ngehukum Aura. Kan pilih kasih banget”, jawab Kayla sambil menunjukan kerutan di keningnya.

“Abang juga pernah tuh ngalamin hal yang sama, ngga enak banget kalo guru dah ngebeda-bedain kek gitu. Yaudah Kayla, belajar dari pengalaman aja, catat ya tugas-tugas kamu itu sama tanggal pengumpulannya juga, biar ngga lupa”, balas Hasbi.

“Iya bang, Kayla bakal catat semua tugas-tugas Kayla. Semoga ibunya ga galak-galak lagi. Iih serem, kek harimau”, ledek Kayla dengan polosnya.

“Hahaha jangan gitu deh Kay, keselnya yang wajar aja, ntar kalo jengkel terus bakal susah mahamin materi ibunya”, tutur Hasbi.

“Oke deh bang, Kayla coba lupain aja deh kesalahan ibunya kalo pas belajar, mana mau Kayla ga ngerti materi hanya karena guru itu, ntar Kayla jadi rugi deh”, balas Kayla.

“Yaudah deh, kayla… kayla”, pungkas Hasbi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Di sisi lain, Ayah dari dua bersaudara tersebut bekerja mencari sumber penghidupan yang halal untuk keluarganya. Setiap pagi, ia menyapu jalanan kota hingga matahari berpindah tepat di atas kepalanya. Dari segi ekonami, keluarga mereka memang cukup memprihatinkan, tetapi tidak dengan kebahagiaan di dalamnya. Ada begitu banyak rasa kasih sayang yang selama ini mereka tanamkan. Hingga sampailah di saat-saat krisis bagi mereka, dimana Kayla yang tertabrak pengguna motor dan ditambah lagi Hasbi yang akan menginjak jenjang SMP. Tak hayal ini menjadi perkara yang menguras pikiran orang tua mereka. Ayah kebingungan mencari biaya yang akan dibutuhkan tersebut. Belum cukup sampai disini, omongan rekan kerjanya semakin mengacaukan pikirannya.

“Tampaknya murung benar, Pak Fad. Kenapa, sih?”, tanya Bu Elly yang juga bekerja menyapu jalanan.

“Tidak ada, siang ini lumayan panas”, jawab Pak Fadil tanpa terlalu menghiraukan pertanyaan Bu Elly dan terus menyuap bekal makan siangnya.

“Pasti lagi ada masalah, ya?. Okelah kalau tidak mau bercerita. Saya cuman ingin tau nih, istri Pak Fadil apa pekerjaannya?”, tanya Bu Elly dengan lancang.

Pertanyaan tersebut membuat Pak Fadil tidak nyaman dan enggan untuk menjawabnya. Namun, beliau tetap mengatakan yang sebenarnya bahwa istrinya mengurus pekerjaan rumah tangga. Lantas Bu Elly mulai melontarkan perkataan yang berbekas di benak Pak Fadil.

“Ooh ibu rumah tangga ya, kalau saya dengan kondisi ekonomi seperti ini lebih baik membantu suami mencari uang dengan bekerja, saya tidak mau hanya bersantai-santai saja di rumah”, tutur Bu Elly membanggakan dirinya.

Pak Fadil yang kesal dengan ucapan Bu Elly pun memilih untuk pergi dan berlalu dari hadapannya. Kata-kata yang didengarnya menjadi buah pikiran selama bekerja hingga tiba di rumah.

Sore mulai menjelang malam, waktu kumpul bersama keluarga terasa begitu hangat, tetapi seketika semua berubah.

“Sore ini cukup dingin ya, bagaimana kalau kita bikin teh. Ah iya, teh kita sudah habis ya, gulapun cuma tinggal sedikit. Ayah, besok tolong belikan ya”, ucap ibu lembut.

Pak Fadil yang tidak tenang sedari tadi pun menjawab ucapan Bu Susi dengan sangat ketus.

“Enak saja minta terus, ibu makanya kerja. Kebutuhan anak-anak sedang banyak, tambah pengobatan luka Kayla. Jangan cuma tidur-tiduran doang di rumah!”, bentak Pak Fadil yang mulai terpengaruh ucapan Bu Elly siang tadi.

“Ayah kenapa mempertanyakan tugas ibu di rumah, apa hanya karena ayah melihat ibu sedang beristirahat lalu ayah menuduh ibu hanya tidur-tiduran saja? Banyak, yah, hal-hal yang luput dari pengamatan ayah yang telah ibu kerjakan. Apa menurut ayah semua baju itu bisa bersih dan rapi dengan sendirinya? apa makanan yang setiap hari kita makan tidak diolah seseorang terlebih dahulu? apa rumah bersih ini tidak dibersihkan seseorang terlebih dahulu? orang itu ibu yah, semua hal itu juga menguras tenaga”, balas Bu Susi dengan air mata mengalir deras.

“Kamu pikir bekerja panas-panasan itu mudah, semuanya harus saya pikirkan, jangan tau enaknya saja!”, sahut Pak Fadil.

“Tau enaknya saja bagaimana yah? coba ayah pikir sendiri, ibu bekerja siang dan malam mengurus rumah ini dengan memasak, mencuci, menyetrika, menyapu dan lainnya, apa ibu dibayar, yah? ayah bekerja setengah hari tapi dibayar, kan? Apa menurut ayah dengan semua itu, ibu ngga lelah? Lagi pula dari dulu ibu udah minta izin ke ayah buat ngelamar kerja, tapi ayah sendiri kan yang ngga ngebolehin, ayah yang nyuruh ibu buat ngerawat anak-anak dan ngurus rumah, trus sekarang ibu yang disalahkan, ibu sakit hati, yah!”, tutup Bu Susi lalu bergegas ke kamar.

Hasbi yang sedari tadi memyaksikan perdebatan kedua orang tuanya merasa sangat terpukul dan tidak terima saat ibunya direndahkan oleh ayahnya sendiri.

“Ayah, apa ayah tidak memikirkan perasaan ibu? Hasbi yakin, ibu pasti selalu berikan yang terbaik buat kita semua dan Hasbi juga bangga punya seorang ayah yang pekerja keras, tapi Hasbi rasa ayah sudah berubah, Hasbi ngga sayang ayah lagi!”, ucap Hasbi dengan mata berkaca-kaca.

“Nak, ayah ngga ingin kamu dan Kayla ngerasain kesusahan seperti apa yang telah kami rasakan, makanya ayah terus berupaya dengan semua kemampuan ayah untuk membahagiakan kalian, tapi keluarga kita bukanlah keluarga yang berada, jadi ayah pusing dan ngga tau lagi bagaimana cara menyekolahkan kamu di tempat yang terbaik dan juga membeli obat buat luka Kayla”, ucap ayah dengan lemas.

“Ayah, aku ngga mau ngerepotin ayah. Aku bakal tetap giat belajar dimanapun aku bersekolah nanti. Ayah jangan khawatirkan itu”, balas Hasbi.

“Iya yah, Kayla ngga perlu obat-obat mahal itu, tadi ibu udah berikan Kayla getah tanaman betadin, sekarang udah mengering kok, yah”, imbuh Kayla yang juga tak ingin menjadi beban pikiran orang tuanya.

“Maafkan ayah nak, kalian memang anak kebanggan ayah yang hebat. Ayah akan lebih semangat lagi untuk kebahagiaan keluarga kita”, tekad ayah.

“Tapi ayah harus minta maaf pada ibu juga, ayah udah buat ibu nangis. Ibu sudah banyak berkorban untuk kita yah”, ucap Hasbi.

“Iya, ayah akan minta maaf pada ibu kalian dan ayah juga menyesal telah membentaknya. Ayah akui ayah yang salah”, balas ayah.

“Ayuk bang, ayah. Kita sekarang ke tempat ibu”, pungkas Kayla sambil menggenggam tangan abang dan ayahnya.

Mereka akhirnya berjalan bersama untuk menemui ibu dan memperbaiki semuanya. Semenjak kejadian ini, Pak Fadil selalu menghargai perjuangan Bu Susi begitupun sebaliknya. Apapun jalan yang akan ditempuh akan mereka bicarakan bersama-sama begitupun dengan berbagai masalah dan rintangan yang datang. Keluarga mereka terasa semakin hangat, penuh kasih sayang dan saling mendukung satu sama lainnya.

 

QUOTES

“Diri ini terlalu sibuk berkelana, terlalu kencang dalam berlari hingga kadang lupa untuk kembali. Semakin jauh diri ini, semakin dingin rasanya, hingga saat itu lah aku butuh hangatnya keluarga”

-thisemaildonthaveaname-

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama