RAPI 6 : Percepatan Jam Masuk Sekolah: Solusi Disiplin atau Ancaman Kesehatan

 


Pemerintah dan sejumlah daerah mulai menggulirkan kebijakan percepatan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB dengan dalih meningkatkan kedisiplinan. Namun, benarkah kebijakan ini membawa dampak positif secara menyeluruh? Jika ditilik lebih dalam, pendekatan ini justru berpotensi mengorbankan kesehatan fisik dan mental siswa serta menciptakan ketimpangan sosial di kalangan pelajar.


Remaja membutuhkan waktu tidur ideal antara 8 hingga 10 jam per malam. Ketika jam masuk sekolah dimajukan, banyak siswa terpaksa bangun pukul 04.30 bahkan lebih awal. Dampaknya? Tidur mereka terganggu, rentan mengalami kelelahan kronis, penurunan konsentrasi, dan gangguan suasana hati. Belum lagi, pola makan juga terganggu karena sarapan kerap dilewatkan. Padahal, sarapan merupakan sumber energi utama untuk menunjang aktivitas dan fokus belajar. Kekurangan asupan gizi di pagi hari bisa menyebabkan hipoglikemia ringan, gangguan metabolisme, hingga menurunnya imunitas tubuh.


Kondisi ini semakin berat bagi siswa di wilayah dengan akses transportasi yang sulit. Di beberapa daerah terpencil, siswa harus menempuh perjalanan jauh di medan sulit dan gelap demi tiba di sekolah tepat waktu. Selain risiko kecelakaan meningkat, siswa juga menghadapi kelelahan ekstrem yang berdampak pada prestasi akademik dan kesehatan secara keseluruhan. Ketimpangan juga makin terlihat, siswa dari keluarga mampu mungkin bisa mengandalkan kendaraan pribadi, sementara siswa lain harus bergantung pada transportasi umum yang terbatas atau bahkan tidak tersedia.


Dari sudut pandang gizi, kebijakan ini juga berisiko jangka panjang. Kebiasaan melewatkan sarapan dan pola makan tidak sehat yang terbentuk sejak dini dapat berdampak pada tumbuh kembang anak, menurunkan kemampuan kognitif, dan memperburuk kebiasaan makan di masa depan.


Lalu, bagaimana seharusnya evaluasi kebijakan dilakukan? Pendekatan yang ideal bukan sekadar administratif, melainkan berbasis data kesehatan nyata. Survei tentang pola tidur, stres, dan gizi siswa, wawancara dengan orang tua dan guru, serta analisis data akademik dan kehadiran perlu dilakukan secara menyeluruh. Mahasiswa dan tenaga kesehatan masyarakat pun memiliki peran penting dalam hal ini, melakukan riset lapangan, memberikan edukasi kesehatan, hingga mendorong kebijakan yang berbasis bukti dan berpihak pada kesejahteraan siswa.


Kebijakan pendidikan seharusnya tidak sekadar mengejar kedisiplinan semu, tetapi memastikan tumbuh kembang peserta didik secara utuh fisik, mental, dan sosial. Percepatan jam masuk sekolah tanpa kajian kesehatan mendalam justru akan menjauhkan kita dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya, menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan bahagia.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama