RASA 09 : Mimpi


Puisi

Menggapai Mimpi
Oleh Anisa

Mentari pagi menyinari bumi
Banyak mimpi yang jauh menanti
Mimpi yang bagaikan bintang di langit malam
Terlihat dekat namun sulit digapai

Mimpi yang tak tergapai
Akan terkubur di dalam hati
Masih ada esok hari, dimana mimpi yang terkubur
Akan Terus berganti dengan mimpi-mimpi baru

Gapailah mimpi raihlah prestasi
Wujudkanlah mimpi-mimpimu
Mulailah dengan langkah-langkah kecil
Masa depan cerah menanti

Kata Mereka
Oleh Mazaya Aurellia Ghaisani

Kata mereka
Mimpi itu angan-angan terindah
Nyatanya hanya bayangan semu

Kata mereka
Mimpi itu imajinasi penuh warna-warni
Realitanya kelam gelap penuh abu hitam

Kata mereka
Mimpi itu layaknya surga menenangkan
Mengapa ketika terbangun justru menyesakkan?

Kata mereka 
Perjalanan meraih mimpi itu penuh suka ria
Aslinya penuh tersungkur, luka, harus kembali tegak

Berbeda
Kata sosok pemilik tatapan teduh itu
Mimpi itu merawat dan menyiksa
Adakala membawa tinggi
Kadang menghempas kasar

Bagiku, itu benar


Quotes


"Lebih baik berjuang dan merasa capek dari sekarang, daripada menanggung pedihnya kegagalan di masa yang akan datang."
"Ketika bangun di pagi hari, kita dihadapkan oleh dua pilihan, yaitu kembali tidur dan lanjutkan bermimpi. Atau, bangun tidur dan mengejar mimpi yang indah."
"Jangan dengarkan apa kata orang. Tugasmu sekarang adalah wujudkan mimpimu dan bahagiakan orang tua mu."
"Dalam menggapai mimpi, kita dibolehkan untuk mengeluh, tapi kita dilarang untuk menyerah sebelum berjuang."

-Muhammad Gusri Kurniadi Saputra-

"Jangan takut untuk bermimpi, karena jika kamu terjatuh, kamu akan terjatuh di antara awan-awan."

-Sabrina Rachel Assyifa-

“Tak apa hari ini aku tertatih.  Karena besok, aku akan menjadi orang yang terlatih.”

-Filzahira Walljismi-

Cerpen

Zona Nyaman
Oleh Sabrina Rachel Assyifa

Hujan menetesi rumput di lapangan sekolah Diandra. Saat ini, ia menatap manusia yang sedang berlarian, seolah menghindari hujan dari lantai dua. Ekspresinya terlihat kosong, sampai-sampai ia juga mengerutkan kening, tak memahami pikiran manusia lainnya. 
Dalam hati ia bertanya-tanya, ‘Mengapa mereka terlihat nyaman dengan hujan? Bukannya bakal basah di kelas? Bakal dingin ga sih?’ 
Dan tentu saja ada banyak pertanyaan yang tak ia dapatkan jawabannya.

“Dian, jajan yuk!” Ajak salah satu teman Diandra, bernama Lisa. Ajakan dari Lisa berhasil memecah lamunan Diandra, malah membuatnya semakin ingin bertanya-tanya mengenai hal yang sekejap lalu ia pikirkan.
“Sa, kamu emang nyaman aja kalo kehujanan? Ke kantin 'kan lewat lapangan,” tanya Diandra mengabaikan ajakan Lisa. Lisa yang ditanya memanyunkan bibirnya, seolah ikut berpikir.
“Sebenernya nyaman ga nyaman si, lebih ke coba hal yang baru. Kamu gamau coba hal baru juga?” tanya Lisa balik sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Diandra mengaruk kepalanya pelan, masih belum paham dengan isi pikiran temannya itu. Dan Lisa termasuk salah satu manusia yang sering ia pertanyakan keberadaannya.
“Tapi 'kan ga nyaman, Sa. Belum lagi kedinginan,” jawab Diandra masih mempertahankan argumentasinya.

Lisa yang mendengar respon tolakan dari Diandra akhirnya kembali memutar otaknya, menjelaskan dengan kata-kata yang sekiranya bisa dipahami Diandra. Kemudian ia berkata, “Hm, gini. Misalnya kamu punya mimpi nih, jadi dokter-”
“Aku gamau jadi dokter,” potong Diandra cepat, Lisa menggeram gemas saat mendengar perkataannya dipotong. Diandra langsung tersenyum merasa tak bersalah sambil terkikik pelan.
“Misalnya! Aih, pokoknya kamu mau jadi dokter. Mau gak mau kamu harus keluar dari zona nyaman kamu, Dian. Pas koas kamu bisa ga pulang seminggu atau malah ga mandi. Tapi pengalaman yang kamu peroleh dari proses meraih mimpi itu yang bikin kamu makin bahagia.”
Diandra berusaha memahami apa yang dikatakan Lisa, sehingga mendapatkan kesimpulan. 
‘Ternyata kalau mau meraih mimpi harus keluar zona nyaman ya?’ batin Diandra pelan.

***

Akhir semester dua telah tiba. Diandra yang saat ini kelas 12 harus memilih keinginannya memasuki perguruan tinggi mana dan jurusan apa yang ia minati. Malam ini, Diandra berkumpul dengan kakak-kakak dan orang tuanya di ruang keluarga. Di tengah canda tawa sambil menonton televisi, Diandra menyeletuk pelan.
“Jadi pengacara kaya gitu keren juga ya ternyata,” ucap Diandra pelan. Namun, hal itu berhasil membuat kedua kakak perempuan Diandra menoleh. Mereka bertepuk tangan pelan, sambil tersenyum dan mengelus kepala Diandra.
“Loh udah tau aja nih mau masuk apa kuliahnya,” ujar kakak pertama Diandra, Olivia. Ia menyolek pinggang Diandra sambil tertawa seolah mengejek.
“Engga ih, Dian cuma mikir itu keren. Lagian Dian 'kan anak IPA, mana bisa masuk jurusan yang Soshum,” balas Diandra sambil menghentikan tangan Olivia yang masih saja menyolek pinggangnya. Sesekali Diandra tertawa geli karena ulah kakaknya tersebut.
Ayah dan ibu Diandra yang awalnya hanya mendengarkan gurauan anaknya, akhirnya mulai memfokuskan perhatiannya kepada Diandra. 
        “Kenapa ga bisa? Bisa kok, kalo Dian mau,” balas ibu Diandra yang masih mengelus rambut ayah Diandra yang sedang berbaring di atas pahanya.
“Nanti ga cocok, Buk. Diandra 'kan udah biasa belajar di IPA,” jawab Diandra, kemudian mengambil keripik kentang yang terdapat di meja ruang tamunya. Mendengar jawaban Diandra, ayah Diandra bangkit dari tidurnya.
“Kalo Dian suka, pilih aja. Ayah ga pernah larang keputusan Dian loh. Jangan dibatasi karena jurusan pas SMA loh, Nak,” kata ayah Diandra. Ibu dan kedua kakaknya mengangguk setuju mendengar perkataan ayah Diandra.

Mendengar adanya persetujuan dari orang tua dan kakak-kakaknya, Diandra langsung memutar otak untuk kembali mempertimbangkan keinginannya. Sebenarnya, ia sering bertanya-tanya mengenai persidangan, apalagi kasus-kasus yang berkeliaran di internet. 
Seketika ia mengingat perkataan Lisa, “Apa sekarang aku harus keluar zona nyaman ya untuk ngeraih mimpi itu?” batin Diandra lagi.

“Oke, Diandra bakal ngambil hukum. Makasih ya Buk, Yah, udah ngeyakinin Diandra,” ucap Diandra, kemudian berjalan untuk memasuki kamarnya. Bersiap untuk mendaftarkan diri di ujian tulis ke jurusan yang ia inginkan.
Melihat Diandra berlalu, Ibu Diandra tertawa pelan. Ia bisa melihat Diandra bersemangat setelah sekian lama menjalani kehidupan bersekolahnya.

***

Hari ini adalah tanggal 23 Juni 2022. Hari ini juga hasil ujian tulis masuk perguruan tinggi akan diumumkan. Jujur, saat ini Diandra kelihatan gugup, jauh lebih gugup dari biasanya. Ia terlihat menyibukkan diri sampai-sampai Olivia heran menatapnya yang berjalan kesana-kemari tidak tau tujuan.
“Tenang atuh, Dek. Tinggal 1 menit, pasti bakal masuk, Kakak yakin!” sahut Olivia yang masih memperbaharui laman untuk mengecek pengumuman hasil penerimaan perguruan tinggi.
Diandra akhirnya duduk di sebelah Olivia. Kedua orang tuanya sedang bekerja, sedangkan kakak keduanya dipanggil dosennya sebagai asisten. Tinggal ia dan Olivia di rumah sambil menunggu pengumuman dengan tegang.
“Udah bisa!” Olivia berteriak, ia kemudian mengetikkan tanggal lahir dan nomor ujian Diandra. Sedangkan Diandra menutup matanya erat, takut menerima hasil yang tidak ia inginkan.
“Dek … lulus!” teriak Olivia keras sambil mengeluarkan tangisan haru. Diandra yang tidak percaya, akhirnya membuka matanya dan menatap monitor yang menunjukkan warna biru.
“Kak, aku keterima! Aku keterima di Hukum UGM, Kak!” balas Diandra sambil menangis haru karena bahagia. Perjuangannya untuk meraih mimpinya terasa tak sia-sia.
“Selamat ya Dek, mimpi-mimpi kamu akan dimulai setelah ini. Jangan takut untuk coba hal baru ya, kami disini bakal support kamu,” ujar Olivia masih sambil menangis, ia memeluk Diandra erat. 
“Doain yang terbaik untuk Dian, Kak.”



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama