RASA 14

Tema  : Aksara Untuk Temanku


QUOTES

“Memiliki segenggam pasir memang jauh lebih banyak dibandingkan sebutir berlian, tapi bukankah jika harus memilih engkau akan melepaskan pasir itu? Begitulah betapa istimewanya persahabatan. Engkau mungkin dikelilingi banyak orang, tetapi baik suka maupun dukamu akan kau hadapi bersama orang yang benar-benar menghargai keberadaanmu.” 

 ̶ Fitri Dini Aulia Sari

 

“Apa hal favoritmu di dunia? Kalau aku, mereka yang kupanggil sahabat”  

 ̶ Alfarel Huzri 

 

SENANDIKA          

Senandika Arti Sahabat

Karya : Fitri Dini Aulia Sari

Entah mengapa begitu sulit rasanya melabelkan seseorang sebagai sosok sahabat di hati. Ku rasa diri ini begitu selektif untuk penempatan posisi istemewa itu. Pertemanan bagiku hanya saling mengenal dan memperlakukannya dengan baik, cukup sebatas itu. Mungkin orang lain bisa saja menafsirkannya sebagai sebuah persahabatan, tapi bagiku tidak karena itu memang sewajarnya kulakukan. Sahabat bukan berarti orang yang selalu ada untukku, akan sangat mengecewakan jika ku menganggap demikian. Sangat yakin dalam sanubariku, setiap kondisi dari tiap detik yang kulalui hanya pada tuhanku seluruh perasaan itu tercurah.  

 

Ukiran Sastra

Karya : Zerly Affi Walti

Pena dan buku, sangat erat. Ukiran kata-kata yang indah, membuatku terjerat. Terjerat akan kisah yang ada. Melintasi banyak waktu dan abadi bersama. Ukiran Sastra menembus cakrawala. Menggapai bintang dan menghiasi angkasa. Aku dibuat takjub olehnya. Dan tersadar, aku masih dapat menemuinya dari tulisan yang ada.

 

Tentang Teman

Karya : Alfarel Huzri

Lama untuk ku bisa menafsirkan makna kata teman. Sepertinya juga banyak cara untuk bisa mengerti arti kata teman, mulai dari orang yang selalu ada ketika kita butuhkan, atau teman bisa juga didefenisikan sebagai orang yang selalu ada dibalik kata Bahagia. Tapi sekarang aku mengerti dan sangat paham apa itu teman. Mereka adalah orang orang yang sangat aku syukuri keberadaannya hingga aku ceritakan kepada tuhan kalau aku ingin kami selalu bersama, hingga nanti, saat kita mulai jadi debu.

 

PUISI

Celah Awan

Karya : Luthfiyyah Kansa

Angin bertiup ke utara

Membawa pesan dalam aksara

Menimbulkan rindu pada suaramu yg mesra.

 

Susu coklat teman sejatimu ketika menatap senja

Dan kau kirim sebuah potret padaku

lalu bercerita tentang indahnya jingga serta berbagai warna yang kau suka

 

An Ode

Karya : Harissa Rahma W

 

Tidak terasa bertahun-tahun telah usai

Berbagai lika-liku telah kita lalui

Dari badai yang menghadang

Hingga ombak yang menerjang

Kenanglah momen ini

Tanamkan dalam hati

Semoga ketika kau menoleh ke belakang

Tak ada sesal yang datang

 

CERPEN

Dunia Sahabat

Karya: Fitri Dini Aulia Sari

Suasana peruliahan yang baru kurasakan cukup membuatku kewalahan. Sebenarnya bukan karena materi-materinya, tapi lingkungan yang harus kuhadapi. Tantangan ini dimulai dikala aku mencari kos untuk menjalani kuliahku.

“Huwaaa… capek banget kak!”, keluhku setelah menyinggahi beberapa kos sebelumnya.

“Iya Lala, nanti kita istirahat makan bakso. Kita harus kunjungi dulu list kos dan kontrakan ini, sayang  banget kita udah jauh-jauh dari Pesisir tapi belum dapatin yang kita tuju”, balas kakak menyemangatiku.

“Okedeh kak, satu lagi aja ya kak, lagian hari sudah hampir sore, kita juga harus balik kak”.

“Hmm, sipp deh. Semoga kali ini cocok buat kita, La”, tutup kakak dengan wajah pasrah.

Kami menyusuri jalan setapak di sebuah gang yang tak jauh dari tepi jalan. Akhirnya, sampailah di rumah yang kami cari. Sekilas kontrakan itu tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan, tetapi pemilik rumah bernegosiasi bahwa sebelum kami menempatinya, beliau akan membersihkan rumah tersebut terlebih dahulu. Di sela kakakku bernegosiasi, aku melihat seorang pria sebaya denganku sedang duduk di depan kos yang tepat di depan rumah yang kami kunjungi ini. Dia menganggukkan kepalanya seolah menyapaku. Aku hanya terdiam dan tidak menggubris sedikitpun. Setelah bertukar kontak dengan pemilik kontrakan tersebut, kami berpamitan untuk pergi. Ketika kami hendak berlalu dan melewati pria tersebut, dia tiba-tiba memanggil kami.

“Kakak berdua, sedang mencari kontrakan ya?” sahutnya.

“Iya, kenapa?” balas kakakku.

“Gapapa kak, saya cuma ingin menyampaikan kalau lingkungnan disini insyaAllah aman ko kak”, jawabnya.

“Kamu sudah lama kos disini?” tanyaku.

“Cukup lama juga, dari awal saya diterima di Kampus Antero itu, saya langsung mencari tempot kos”.

“Wah sama kalau begitu, saya juga maba disana, kamu jurusan apa?”, balasku lagi dengan antusias.

“Saya dari jurusan peternakan, kamu?”.

“Aku dari kedokteran gigi”.

“Wah, pasti asik kalo kita tetanggaan. Bisa berangkat sama-sama kan”, imbuhnya yang hanya kubalas dengan senyum.

“Kami, pamit dulu ya. Oh ya, Namanya siapa?”, tanya kakak singkat.

“Saya Raksan kak. Nama kakak berdua siapa?”, balasnya.

“Saya Shena dan ini Lala, adik kandung saya”.

“Ooh oke kak. Kak Shena mau balik kemana?”, tanyanya lagi.

“Saya dari Pesisir dan sore ini harus balik lagi kesana”.

“Kebetulan juga saya dari Pesisir kak. Berarti kita sekampung kak, hahaha”.

“Hoo kamu dari Pesisir juga”, balas kakak dengan semangat.

“Benar kak. Kalo gitu hati-hati ya kak”.

“Okee Raksan”, jawab kakak sembari kami berlalu darinya.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kami memutuskan untuk menempati kontrakan yang terakhir kali kami kunjungi. Seminggu kemudian, kami mendatangi kembali kontrakan tersebut bersama Ayah dan Ibu. Tak sengaja, kami bertemu lagi dengan Raksan.

“Hai Lala, hai Kak Shena”, sapanya ramah.

“Iya Raksan”, jawab kami serentak. Ibu dan Ayah hanya tersenyum melihat kami yang sudah saling mengenal.

“Akhirnya kita beneran tetanggaan, kak. Mari saya bantu membawa kopernya”, dia langsung membantu mengangkat kopernya tanpa menunggu balasan dari kami.

“Engga ko kak”, tutupnya.

Inilah kali pertama kami menempati sebuah kontrakan berdua saja dengan kakak. Setelah membereskan semuanya, kakak memintaku mengantarkan sambal kepada Raksan.

“La, tolong antarkan sambal ini ya ke Raksan. Dia sudah banyak membantu kita”, titah kakak.

“Okke kak”, balasku yang setuju dengan perkataan kakak.

Begitulah awal mula perkenalan kami. Hingga sekarang dia tetap saja menjadi Raksan yang ramah dan tentunya dia adalah sahabatku. Kini kami sudah menginjak semester 5, banyak hal yang telah kami lalui bersama. Minggu ini dia mengajakku ke pasar seperti minggu-minggu sebelumya.

“Ayok La, kita harus cepat ke pasar nanti keburu habis belanjaan kita”.

“Engga mungkin lah San, orang yang jual banyak kok”, balasku.

“Yah Lala, kan aku cuma bercanda”.

“Lagian kamu ada-ada saja. Yaudah deh, yuk berangkat. Eh, plastiknya bawakan?” tanyaku was-was.

“Ada dong, La. Jangan khawatir, serahkan ke Raksan”, jawabnya dengan pedenya.

“Hahaha, Minggu kemarin aja kelupaan, gimana mau menyerahkan begitu aja”, balasku meledeknya.

“Cuma sekali kan, Lala nih”, imbuhnya sambil cemberut.

“Iya iya, maaf deh. Yok berangkat”.

Kami membeli semua keperluan tiap akir pekan dan terkadang juga pergi jalan-jalan bareng Kak Shena. Sepulang dari pasar dia menyodorkan sebuah surat untukku.

“Ini apaan, San?” tanyaku penasaran.

“Gapapa, nanti baca aja, tapi di simpan baik-baik ya”.

“Wah, pake surat segala, chat aku aja, San. Hmm, tapi menarik si…”, balasku.

Di dalam kamar kontrakanku, surat itu perlahan kubuka. Tak pernah terlintas sedikitpun di pikiranku kalau Raksan akan mengirimkan surat untuk menyatakan perasaan suka padaku, sebab itulah aku membuka suratnya dengan biasa saja. Ketika kubaca, memang begitulah adanya. Bukan seperti surat cinta yang dikirimkan orang-orang dahulu, tapi ini surat pernyataan terima kasihnya atas persahabatan kami. Entah bagaimana, kami memang punya minat yang sama, yaitu dalam dunia penulisan sastra. Hatiku juga begitu bersyukur atas perrsahabatan ini. Apa ini akan terus berlanjut? Ku harap begitu.

Selesai

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama