TEMA
: KEMENANGAN
Quotes
Oleh : Yulistia Buarni
Kemenangan sejati bukan menjadi yang
terbaik dari siapapun, tetapi dapat jujur dan menahan diri sendiri.
Pantun
Oleh : Najwa Syiba Hansyaf
Hari
minggu adik ke Padang
Pergi
ke padang singgah di Unand
Jangan
terbelenggu oleh keterpurukan
Marilah
raih kemenangan
Senandika
Oleh : Juliza Nurul Alifa
Di
mulai dari Subuh hingga terbenamnya matahari yang pertanda datangnya magrib aku
menahan semua godaan. Baik itu dahaga, amarah, dan lain-lain. Aku memulainya
dengan niat dan membatalkannya dengan doa. Ya, itu yang dinamakan sahur dan
berbuka. Tentunya itu semua bernama
puasa. Aku menjalani puasa dengan diiringi kesabaran yang besar. Selain
berpuasa, aku juga menjalani ibadah lain seperti tadarus dan mendengar
pengajian. Tapi setelah lama berlalu menjalaninya, aku akan berpisah dengan
bulan yang penuh rahmat ini. Dan hanya tinggal menghitung hari untuk menuju
hari kemenangan.
Ingin
Menang atau Tidak?
Oleh
: Noviana Sinta Dewi. S.
Meski
akal terus berbohong
Namun,
si pembenteng dusta tetap setia menolong
Kamu
tahu banyak salah
Namun,
ingin piala diserah
Kamu
sangat tahu hampir kalah
Namun,
bukan berarti tak dapat diubah
Saat
ini, Tuhan masih ingin kamu dekat
Jadi
jangan lupa untuk bertaubat
Saat
ini, Tuhan masih ingin kamu tunduk
Jadi
hilangkanlah gejolak hiruk-pikuk
Saat
ini, Tuhan masih ingin kamu menang
Jadi
gunakanlah waktu agar tak kurang
Gantilah
hitammu jadi putih
Keruhmu
jadi jernih
Meski
belum hari sebelumnya
Bukan
berarti juga hari esoknya
Jemput
kemenanganmu hari ini
Agar
rugi segera menepi
Di
bulan yang suci ini
Kemenangan Berawal dari Perjuangan
Oleh : Aulia Rahmatika
Namaku Winda, aku
berusia 12 tahun, aku baru memasuki SMP favoritku yaitu SMPN 1. Pada suatu hari
di sekolah ada pelajaran Penjasorkes yang pada saat itu aku disuruh membawa
raket.
Di sekolah
“Hai, Winda.” sapa
sahabatku Fira.
“Iya, Fira”
jawabku.
Belum sempat
mengobrol, bel sudah berbunyi, Kriiing kriiing, bel masuk berbunyi. Aku
dan teman-teman langsung menuju lapangan, masing-masing membawa raket yang
berbeda-beda, mungkin raketku yang paling
murah dan jelek, ucapku dalam hati sambil melamun. Tiba-tiba Fira
menyadarkan lamunanku, “Win, Winda…” ucap Fira sambil melambaikan tangannya di
depan mukaku, “eh, iya, ada apa?” ucapku dengan kaget.
“Itu, kita suruh
kumpul di sana,” ucap fira sambil menunjuk bawah pohon beringin.
“Materi kita
sekarang badminton atau bulutangkis” seru pak Fadli.
“Oke,
langsung ke tengah lapangan” seru pak Fadli. Dari dulu aku jarang bermain
badminton karena raketku rusak sejak SD, ini pun hanya dibetulkan untuk
sementara.
“Fira, aku dengan kamu ya?” pinta ku kepada Fira,
“Pasti dong, Win”
ucap Fira.
Kami diajari
teknik dasar, sekarang kami diberi kebebasan untuk bermain masing-masing. “Aduh
aku gak bisa bisa, nih” ucapku mengomel.
“Semangat kamu pasti bisa kok, Win. Ayo, kita
main lagi!” seru Fira menyemangatiku. Aku tidak berhenti mencoba dan mencoba, apa mungkin karena raketku yang jelek aku
menjadi tidak bisa bermain ini? Lagi-lagi aku melamun.
“Winda, dari tadi
aku lihat kamu melamun terus, ada apa? Cerita saja ke aku, aku siap kok jadi
pendengarmu” seru Fira mengusulkan “Tapi tidak di sini, di sana saja, yuk!”
pintaku sambil menunjuk kursi di bawah pohon.
“Fir, aku ingin
sekali mahir bermain badminton dan memiliki raket baru,” ucapku bersedih
“Aku bisa bantu,
kamu mau tidak aku ajari setiap sore di rumah ku?” usul Fira.
“Wah, benar Fir?
Terima kasih, ya, kamu memang sahabat terbaikku.” ucapku bahagia.
Setelah 1 bulan
aku belajar, aku sudah bisa bermain badminton, tapi masalah ku belum selesai
karena aku ingin raket baru, tapi itu tidak mungkin karena ibuku hanya buruh
cuci dan ayahku hanya kuli bangunan. Walaupun begitu, aku tetap sayang pada
mereka. Aku tidak mungkin menggunakan uang mereka hanya untuk kepentinganku
sendiri.
Suatu hari aku dan
Fira sedang berjalan-jalan mengelilingi sekolah, tiba-tiba Fira mengagetkan ku
“Win, Win, Winda, liat deh selembaran yang tertempel di mading itu!” seru Fira
sambil menunjuk mading, “Ada apa sih, Fir?” ucap ku penasaran. Di kertas itu
tertulis ada lomba badminton dan yang menang akan mendapatkan uang sebesar 1
juta dan pelatihan selama 3 bulan. “Kamu ikut saja, Win, hadiahnya bisa untuk
orang tua mu dan membeli raket yang kamu inginkan.” usul Fira.
“Apa aku bisa?” ucap
ku ragu-ragu
“Pasti, kamu pasti
bisa.” ucap Fira meyakinkan,
“Oke, aku akan
ikut, tapi apa kamu tidak ikut?” tanyaku
“Tidak ah aku
ingin menyemangatimu saja”
Pagi hari Minggu,
aku dan Fira sudah bersiap-siap, kami naik angkot untuk sampai ke tempat perlombaan.
Sesampainya aku di sana, antrian pendaftarannya sangat panjang, “Fira,
antriannya sangat panjang apa kamu mau menemaniku?” ucap ku sedih. Fira
menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Akhirnya aku mendapat kesempatan
mendaftar tapi perlombaan diadakan minggu depan “Ayo kita pulang” ucapku yang
sudah mendapatkan kesempatan mendaftar.
Saat hari Minggu
yang ditunggu-tunggu, aku memasuki lapangan, Fira menyemangatiku, orang tua ku
tidak tau sehingga tidak ada mereka yang menyemangatiku, “Ayo, ayo, Winda,
semangat!” teriak Fira. Waktu dan permainan terus berjalan dan aku masuk final.
“Hore, aku masuk
final! Terima kasih, ya, Fir, kamu sudah menjadi penyemangat ku,” ucap ku
senang. “Iya,” fira ikut tersenyum. Aku menjadi pemenang juara 2 setelah diseleksi
walaupun begitu aku tetap mendapatkan hadiah 1 juta dan pelatihan 2 bulan. Aku
senang karena aku bisa mempunyai raket baru dan menjalankan pelatihan badminton
bersama sahabatku Fira.
Semua uang hasil
lomba aku berikan kepada orang tua ku mereka bangga kepada ku dan mengucapkan
terima kasih kepada fira “Nak, terima kasih, ya, sudah mengajari anak Ibu,”
ucap ibu ku.
“Aku memberi ini
untukmu terima ya, sebagai ucapan terima kasih,” ucap ku memberikan raket yang
sama sepertiku,
“Benar? Terima
kasih ya,” ucapnya,
“Harusnya aku yang berterima kasih”
ucapku.
Sekarang ibuku
tidak menjadi buruh cuci lagi karena membuka warung dari hadiah uang hasil
kerja kerasku. Aku senang ekonomi keluarga ku tidak seburuk dahulu, ayah pun
ikut membantu ibu. Sekarang aku tau bahwa kemenangan berawal dari perjuangan.
Posting Komentar