Padang, UKPM PENA KM FKM UNAND — Suasana peringatan Dies Natalis ke-69 Universitas Andalas (UNAND) diwarnai aksi kritis mahasiswa di depan Gedung Rektorat, Senin (15/09/2025). Alih-alih hanya merayakan usia yang kian matang dan empat tahun status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), mahasiswa justru menyoroti segudang persoalan yang masih menghantui kampus kebanggaan Sumatera Barat ini.
Hanif Mujahid, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, menyampaikan, “Universitas Andalas sudah 69 tahun berdiri dan 4 tahun menjadi PTN-BH, tetapi masih banyak hal yang perlu dibenahi, terutama fasilitas yang belum memadai. Kami berharap pimpinan bisa mendengarkan keresahan kami untuk memperbaiki kampus demi masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
Salah satu permasalahan utama adalah tertundanya pembangunan fasilitas penting seperti gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), dan Fakultas Teknologi Informasi (FTI). Ketimpangan fasilitas antara Kampus Utama Limau Manis dan kampus cabang di Payakumbuh serta Dharmasraya semakin menonjol. Mahasiswa di kampus cabang mengeluhkan fasilitas yang jauh dari layak, namun tetap dikenakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan nominal yang sama, memicu tuntutan keadilan dalam layanan antar kampus.
Presiden Mahasiswa Universitas Andalas, Dedi Irwansyah menambahkan, “Harapan kami dari aksi Dies Natalis 69 UNAND adalah adanya perbaikan masalah yang muncul dan transparansi dalam pengambilan kebijakan kampus. Saat ini, komunikasi antara pimpinan dan mahasiswa masih kurang, terutama perhatian terhadap kampus Payakumbuh dan Dharmasraya yang sering dianggap ‘anak tiri’. Kami meminta pimpinan lebih peka terhadap persoalan di kampus cabang tersebut,” ungkapnya.
Birokrasi kampus juga dikritik karena dianggap gagap dan pelit apresiasi terhadap prestasi mahasiswa. Dana insentif yang sering terlambat cair dan penurunan persentase insentif bagi lomba tingkat provinsi berpotensi melemahkan motivasi mahasiswa dalam berkompetisi. Selain itu, pemotongan dana pemerintah lebih dari 50 persen berdampak pada pengurangan dana organisasi kemahasiswaan (Ormawa) hingga 30 persen, membatasi pelaksanaan kegiatan mahasiswa yang penting untuk pengembangan soft skills dan jejaring.
Belum cukup sampai di sana, muncul kebijakan baru yang mewajibkan mahasiswa baru membayar sumbangan Rp100.000 sebagai dana wakaf atau dana abadi. Masalahnya, kebijakan ini diterapkan tanpa sosialisasi jelas dan tanpa mekanisme pengembalian, sehingga dianggap memberatkan sekaligus memaksa.
Mahasiswa juga tak lupa menyinggung kasus korupsi dana kemahasiswaan dan insentif prestasi pada 2022 sebesar Rp566 juta. Hingga kini, baru Rp245 juta yang berhasil dikembalikan. Sisanya masih menjadi tanggung jawab universitas. “Kami menuntut transparansi dan kejelasan soal dana itu. Jangan sampai hak mahasiswa hilang begitu saja,” tegas mereka.
Persoalan lain muncul dari berbagai fakultas, mulai dari laboratorium terbatas, ruang kuliah sempit, birokrasi yang lamban, hingga layanan akademik yang dianggap kurang memuaskan. Masalah UKT yang dinilai tidak transparan dan tidak adil juga menjadi keluhan klasik yang belum terjawab.
Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM UNAND, Ardian Okta Sya’bani menjelaskan, “Aksi ini bukan yang pertama kali, sudah berkali-kali dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah yang ada sejak UNAND berstatus PTN-BH pada 31 Agustus 2021. Harapan kami adalah komitmen nyata dari pimpinan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dengan dialog dan tindakan konkret. Kami akan melakukan audiensi lanjutan dalam 7x24 jam jika belum ada tindak lanjut dari tuntutan ini.”
Dalam aksi tersebut, Wakil Rektor II dan III serta sejumlah direktur kampus hadir menemui mahasiswa. Namun, kehadiran Rektor dan Wakil Rektor I tidak tercatat, sehingga mahasiswa berharap kehadiran pimpinan kampus selanjutnya bukan sekadar formalitas, melainkan diikuti langkah konkret untuk menjaga kualitas dan keadilan di lingkungan universitas.
Reporter : Izzah Khairunnisa, Alya Saputri Brutu
Posting Komentar